Menilik Fenomena Homeless Media di Era Digital
Penyebaran informasi via internet, terutama di media sosial (medsos), belakangan telah menjadi fenomena yang signifikan dalam masyarakat modern. Bahkan, saking massif-nya pemanfaatan medsos, perlahan tren pencarian informasi saat ini telah bergeser. Search engine mulai diitinggalkan dan medsos menjadi pilihan.
Berdasarkan survei GWI, pada tahun 2023, sebanyak 52% gen Z menggunakan media sosial untuk mencari informasi tentang produk, merek, dan aktivitas sehari-hari. Alasan utama gen Z lebih memilih media sosial sebagai alat pencari adalah karena media sosial mampu memberikan informasi yang mereka inginkan dengan cepat, hasil yang relevan, penyampaian informasi dengan unsur visual, sehingga penggunaan media sosial sebagai alat pencari informasi bersifat menyenangkan.
Dengan perubahan tren tersebut, di mana penyampaian informasi dapat dilakukan melalui kanal-kanal media digital, siapa pun saat ini dapat berkontribusi dalam “proses” jurnalistik, Hal tersebut telah mendorong semakin berkembangnya praktik citizen journalism atau jurnalisme warga . Dilansir dari digitalcommons.wku.edu, jurnalisme warga merujuk pada praktik pemberitaan atau peliputan berita yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berprofesi sebagai jurnalis. Praktik jurnalisme warga ini meluas seiring dengan banyaknya penggunaan situs web, blogspot, dan media daring lainnya yang memberi kebebasan untuk menyebarluaskan informasi.
Fenomena perkembangan citizen journalism di era digital, belakangan juga juga telah mendorong hadirnya Homeless Media atau Media Tanpa Rumah. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak citizen journalist yang memilih homeless media sebagai sarana untuk menyebarkan informasi dan berita karena lebih mudah diakses dan bebas biaya.
Homeless media merupakan media yang menggunakan jejaring sosial sebagai platform untuk menyajikan konten digital (Kennedy, 2017). Hal ini merupakan sebuah praktik jurnalistik baru di mana akun-akun media dapat mengembangkan model bisnis mereka di sosial media, seperti Instagram, TikTok, X, Facebook, dan YouTube.
Dua Sisi Homeless Media
Sisi baik dari adanya homeless media adalah siapa pun dapat membuat platform sendiri untuk berbagi informasi hingga analisis terkait isu-isu tertentu dan terkini. Informasi yang disajikan juga beragam bentuknya, biasanya dalam bentuk foto dan video yang disajikan semenarik mungkin sehingga dapat menarik perhatian audiens. Selain itu, dengan kehadiran citizen journalist, informasi terkini dapat disampaikan dan di-post secara real-time oleh homeless media. Sisi baik lainnya adalah homeless media dapat mengangkat dan memviralkan isu-isu terpinggirkan yang perlu perhatian khalayak luas hingga instansi pemerintahan.
Sayangnya homeless media tidak terikat dengan kode etik jurnalistik dalam memproduksi sebuah konten. Sehingga ada kemungkinan informasi yang disebar tidak melewati verifikasi kebenaran yang menyebabkan rawan hoax, karena bahan informasi yang diambil berasal dari akun lain di media sosial yang sedang viral. Citizen journalist yang tidak dibekali dengan etika jurnalistik, memungkinkan adanya pelanggaran etika dalam penyebaran informasi, termasuk pelanggaran privasi dan hak-hak individu yang terlibat. Selain itu, citizen journalist juga rawan mendapatkan ancaman atau tindakan hukum, terutama saat melaporkan isu-isu sensitif.
Homeless media merupakan fenomena yang mengubah cara masyarakat dalam mengakses informasi. Dengan memberdayakan individu untuk menjadi pelapor aktif, kita mendapatkan narasi yang lebih kaya dan beragam. Namun masyarakat tetap harus kritis dalam menerima informasi yang beredar di media sosial, perlu untuk melakukan fact check dengan lebih banyak membaca dan mencari tahu tentang informasi terkait. Salah satunya dengan memanfaatkan search engine dan media massa konvensional untuk mencari tahu kebenaran dari suatu informasi.
Penulis:
Aprilia Kusumaningtyas
Tags: #media #homelessmedia #prgancyjakarta #pragency #asiapragency