Mengenal “Greenwashing” dan Ciri-ciri Praktiknya

Mengenal “Greenwashing” dan Ciri-ciri Praktiknya

Kamis, (05/09) – Kata-kata seperti “Eco-friendly”, “Biodegradable”, “Recyclable.” saat ini semakin sering kita temukan pada label sebuah produk, hal ini biasanya untuk menunjukkan bahwa barang atau produk tersebut ramah lingkungan. Bukan tanpa alasan, survei GreenPrint melaporkan bahwa 63% dari Gen Z bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan.

Sedang Nielsen dalam sebuah studinya menemukan bahwa 81% responden global merasa  perusahaan harus membantu memperbaiki lingkungan, dan 73% mengatakan mereka akan mengubah kebiasaan konsumsi mereka untuk mengurangi dampak lingkungan mereka.

Dengan meningkatnya kecemasan terhadap perubahan iklim, saat ini konsumen memang mulai cenderung memilih merek yang mereka yakini peduli terhadap lingkungan,dan secara aktif berusaha mengurangi jejak emisi mereka. Masalahnya, bagaimana  cara kita bisa tahu apakah sebuah perusahaan benar-benar berkelanjutan atau hanya menggunakan taktik pemasaran dan bentuk baru dari greenwashing?

Jadi apa itu greenwashing?

Istilah greenwashing pertama kali diperkenalkan pada 1980-an oleh aktivis lingkungan Jay Westerveld, dalam esainya yang mengacu pada kebijakan hotel tentang penggunaan kembali handuk untuk “menyelamatkan lingkungan,” padahal sebenarnya kebijakan tersebut hanya bertujuan memanfaatkan kepedulian lingkungan pelanggan untuk mengurangi biaya laundry.

Menurut Investopedia greenwashing adalah proses penyampaian informasi yang palsu dan menyesatkan tentang label ramah lingkungan sebuah produk atau perusahaan. Greenwashing merupakan klaim yang tidak berdasar untuk menipu konsumen atau pihak lain agar percaya bahwa produk suatu perusahaan ramah lingkungan.

Selain itu, greenwashing juga dapat terjadi ketika perusahaan berupaya menekankan aspek keberlanjutan untuk menutupi keterlibatan perusahaan dalam praktik yang merusak lingkungan.

Apa ciri-ciri greenwashing?

Menyadur dari laman Zero Waste Indonesia, berikut beberapa ciri praktik greenwashing yang terdapat pada sebuah produk:

1. Penekanan
Sebuah produk menekankan salah satu atribut kecil mengenai konsep “hijau” atau green, padahal sisanya atau sebagian besar tidaklah “hijau”. Seperti minuman kesehatan yang menekankan kandungan tertentu, misal Vitamin C, tapi agak menyembunyikan (dengan huruf yang sangat kecil) kandungan lainnya yang dapat berpotensi negatif pada kesehatan, seperti kandungan gula, dll.

2. Berlawanan
Sebuah green produk yang dibuat oleh perusahaan yang “tidak hijau”

3. Unjustified Image
Penggunaan gambar pada produk atau kemasan produk yang menunjukkan itu produk “green” tapi nyatanya tidak.

4. Bahasa yang tidak jelas
Menggunakan kata-kata tanpa arti yang jelas seperti biodegradable, eco-friendly, green, Non-toxic, pure, save the earth, natural, dan kata-kata lainnya.

6. Menafikan dampak negatif yang lebih besar
Membuat pernyataan bahwa pengguna produk (konsumen) akan memiliki dampak positif pada lingkungn, padahal ternyata dampak negatifnya jauh lebih besar. Misalnya membeli sebuah produk minuman dengan kemasan plastik yang membantu akses air bersih di daerah tertentu.

7. Tidak ada bukti
Menyatakan sebuah produk yang bagus (inisiatif yang baik), tetapi tidak disertai dengan bukti yang nyata.

8. “Imaginary friend
Adanya dukungan pihak lain (terdaftar di MUI dan BPOM) untuk membuktikan produk tersebut layak dan aman untuk digunakan. Padahal hal tersebut hanya dibuat-buat.

9. Memalsukan data
Klaim dan data-data produk yang dibuat-buat sendiri (data palsu pada sebuah produk) .

10. Tidak dimengerti khalayak luas
Menggunakan tagline dan informasi produk yang hanya dimengerti oleh seorang ilmuwan, bisa jadi itu sesuatu hal yang berbahaya.