Goodbye “Googling?”

Goodbye “Googling?”

PR agency jakarta, Pr Agency

Seperti kata Bernadya, dunia saat ini masih  berputar, dan seiring dengan itu, teknologi makin berkembang, dan pergantiannya berlangsung begitu cepat. Mulai dari basic phone yang menggantikan fungsi telpon kabel, lalu kemudian dilibas oleh kehadiran smartphone. Disket (floppy disk) yang berjaya di era 1990-an yang kemudian digantikan oleh CD/DVD, lalu  muncul USB flash drive, hingga akhirnya hadir cloud storage seperti Google Drive dan Dropbox.

Atau bagaimana awalnya orang mendengarkan musik di radio tape, kemudian ke walkman, selanjutnya beralih ke pemutar MP3, belakangan ke handphone memanfaatkan streaming  service seperti Spotify. Pergantian teknologi memang berlangsung begitu cepat, dan ketika hadir teknologi yang baru, yang lebih modern dan canggih, maka yang lama akan tergantikan fungsinya.

Terbaru, mungkin kita akan segera mengatakan selamat tinggal pada istilah “Googling.” Pasalnya, fungsinya belakangan mulai tergantikan oleh media sosial. Khususnya di kalangan gen Z. Studi yang dilakukan Bernstein Research menunjukkan bahwa 45 persen gen Z yang terlibat dalam survei, cenderung memakai TikTok atau Instagram untuk mencari rekomendasi ketimbang Google.

“Mereka semakin sering membuka media sosial seperti TikTok untuk rekomendasi restoran, langsung ke agregator berskala besar seperti Amazon untuk ritel, dan pencarian AI Generatif seperti ChatGPT untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka,” kata analis Bernstein, Mark Shmulik dan rekan-rekannya dalam sebuah catatan, seperti dikutip dari laporan Fortune.

Bernstein Research memaparkan bahwa pergeseran tren itu disebabkan karena gen Z lekat dengan internet yang kian berkembang. Bagi gen Z, mencari sesuatu lewat media sosial terasa lebih alami dan intuitif.

Kenapa gen Z beralih ke media sosial seperti TikTok? Artikel “Gen Z: Leaving Google Behind and Turning to Social Media To Search” di felixindoshops.com  memaparkan:

  1. Format Konten yang Menarik
    TikTok menyajikan konten dalam bentuk video pendek yang mudah dicerna. Dengan durasi singkat, pengguna dapat memperoleh informasi yang mereka butuhkan tanpa harus membaca artikel panjang.
  2. Kredibilitas dan Autentisitas
    Generasi Z cenderung lebih mempercayai konten yang dibuat oleh rekan sebaya dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh perusahaan besar. Mereka menghargai keaslian dan kejujuran dalam penyampaian informasi. D media sosial, banyak kreator berbagi pengalaman pribadi, ulasan produk, atau tutorial yang dianggap lebih tulus dibandingkan iklan tradisional.
  3. Interaktivitas dan Keterlibatan
    Media sosial memungkinkan interaksi langsung antara kreator konten dan audiens. Generasi Z senang terlibat dalam diskusi, meninggalkan komentar, dan berbagi pengalaman mereka sendiri. Hal ini menciptakan komunitas yang suportif di mana informasi dapat diperoleh dari berbagai perspektif.
  4. Kustomisasi dan Algoritma
    Algoritma TikTok dirancang untuk menampilkan konten yang relevan bagi pengguna berdasarkan preferensi mereka. Hal ini membuat pencarian informasi lebih personal dan sesuai dengan minat individu, berbeda dengan pencarian di Google yang cenderung lebih umum.

Pada dasarnya pencarian informasi menggunakan media sosial tidak hanya berlaku untuk TikTok saja, tapi juga pada media sosial lainya. Riset Pew Research Center dalam menelusuri informasi Pemilu AS 2024. menemukan satu dari lima warga Amerika mengatakan, jika mereka secara teratur mendapatkan berita dari influencer di media sosial. Influencer berita kemungkinan besar ditemukan di situs media sosial X sebanyak 85%. Namun, banyak juga yang berada di situs media sosial lain, seperti Instagram (50% memiliki akun) dan YouTube (44%).  Itu menunjukkan media sosial lain juga berkontribus sebagai media “pencari” informasi, hanya saja TiktTok dengan jumlah pengguna terbesar, maka pemakaian dan kontribusinya paling besar dalam mengantikan mesin pencari “Google.”

Pihak Google bukannya tidak menyadari hail ini akan terjadi, Wakil presiden senior Google Prabhakar Raghavan mengatakan hal serupa pada sebuah konferensi tahun 2022. Pihaknya menemukan generasi muda akan mencari rekomendasi makanan di media sosial, bukan Google atau Google Maps.

Tahun 2016 berdasr data GWI Core, hanya sekitar 40% Gen Z yang mengatakan mereka menggunakan media sosial sebagai metode utama pencarian. Tetapi pada tahun 2023, angka tersebut melonjak menjadi 53%.

Kata kerja “Googling” merujuk pada tindakan mencari sesuatu di mesin pencari Google. Salah satu pendiri Google, Larry Page, pertama kali menciptakan kata kerja ini dua bulan sebelum perusahaan ini didirikan.  Istilah “Googling” dimasukkan dalam Kamus Bahasa Inggris Oxford pada bulan Juni 2006, dan sejak saat itu, istilah ini menjadi identik dengan penggunaan mesin pencari.

Kata kerja ini bisa jadi akan hanya tercantum di kamus Oxford saja, tapi aktivitasnya semakin minim atau mungkin benar-benar ditinggalkan. Pasalnya, kata Shmulik dalam catatannya, bahkan saat Gen Z bertambah tua, mereka semakin mengandalkan media sosial sebagai mesin pencari utama informasi. “Gen Z tumbuh di era internet yang relatif matang,” katanya.

Penulis: Darma Ismayanto

Tags: